Kunci untuk bahagia adalah mempunyai mimpi. Kunci untuk sukses adalah membuat mimpi menjadi nyata
Mimpi kita adalah sesuatu yang nyata. Kegagalan kita untuk mewujudkan impian itulah yang tidak nyata.

Total Tayangan Halaman


Sabtu, 15 Oktober 2011

PERAN GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI

Menanamkan pendidikan karakter bangsa dan pendidikan nasionalisme dengan menumbuhkan rasa harga diri untuk bisa bersaing dengan bangsa asing dengan cara berusaha menjadi yang terbaik. Membangun budaya belajar dan bekerja dan menghargai waktu dalam konteks budaya setempat.

Untuk mencapai itu saya pikir perlu ada terobosan pemikiran bagaimana pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah yang selama ini dijalankan. Sering kali kita terjebak para orientasi hasil tanpa memperhatikan proses. Kalau menurut saya yang penting adalah bagaimana proses pembelajaran dan pendidikan perlu menjadi fokus sementara hasil mengikuti. Orientasi pada hasil bisa mengantar anak untuk mencapai hasil yang terbaik dengan menghalalkan segala cara.

Oleh karena itu proses pendidikan karakter dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, tanggung jawab, kebenaran, penghargaan akan perbedaan, keterbukaan, kemandirian dan yang lainnya perlu secara serius diperhatikan. Nilai-nilai itu perlu ditanamkan dengan serius dengan cara pertama-tama para guru sendiri dituntut untuk menjadi teladan terwujudnya nilai-nilai tersebut. 

Kita sering menghadapi realitas kehidupan sosial yang menegasi nilai-nilai tersebut. Maka salah satu harapan yang masih tersisa ada pada para pendidik, para guru. Kalau para guru sendiri sudah tidak bisa memberi teladan terwujudnya nilai-nilai tersebut, habislah sudah harapan. Guru tidak berdiri sendiri tetapi berada di bawah naungan departemen pendidikan. Oleh karena itu departemen pendidikan pun sudah seharusnya memberi teladan bagi terlaksananya nilai-nilai di atas. Oleh karena itu, selama departemen pendidikan tidak bisa memberi ruang kepada terwujudnya nilai-nilai di atas, guru pun berada dalam posisi sulit.

Untuk bisa menjadi guru yang adalah pendidik dan pengajar sekaligus perlu persiapan yang matang dalam semua aspek kehidupan, bukan hanya pada penguasaan ilmu saja. Pertanyaannya adalah apakah lembaga-lembaga yang terlibat dalam pendidikan untuk para guru sudah memperhatikan hal ini atau terjebak pada pengayaan dan penambahan kemampuan untuk memenuhi tugas administratif saja, sementara kesadarannya sebagai pendidik yang memiliki tanggung jawab dalam pembentukan dan penanaman nilai-nilai terabaikan.

Kemampuan praktis penting sebagai penunjang profesionalitas tetapi pengembangan diri sebagai pribadi yang utuh, dan kemampuan olah diri atau kemampuan melakukan refleksi atas apa yang dilakukan dan apa yang dialami juga penting. Dengan demikian kita berharap akan mempunyai guru bukan hanya pintar dalam bidang studi yang diajarkan tetapi guru yang memiliki integritas, kepadanya kita bisa belajar dan meneladani sikap, perilaku dan pribadinya. Guru yang bisa menempatkan diri secara benar dan tepat. Mengingat guru adalah panggilan. Seorang guru bukan hanya menjadi guru saat berada di kelas atau di sekolah, tetapi dia juga dituntut menjadi teladan terwujudnya nilai-nilai dalam kehidupan konkret. Semoga kita selalu akan menjumpai kehidupan guru yang menjadi teladan. Saya sadar bahwa tidak fair jika membebankan pendidikan n ilai hanya pada guru, tetapi setidaknya guru bisa menyadari dan menghidupi keguruannya bukan hanya sebagai profesi tetapi sebagai panggilan hidup.

Kompasiana | Humaniora | Edukasi | Agus Supriyanto | 15 October 2011 | 12:28 | Link

TEORI BELAJARPUN BERGESER

Teori Kognitif menekankan penjelasan mengenai persepsi, motivasi, dan pemecahan masalah yang semuanya beroprasi pada individu. Menurut teori ini belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Namun teori ini masih memiliki kelemahan karena pada teori ini hanya menekankan interaksi individu dengan lingkungan. Padahal setiap individu memilki kemampuan yang berbeda-beda sehingga hasil yang diperoleh setiap siswa pun berbeda-beda. Ada yang semakin pintar dan ada pula yang tertinggal. Berdasarkan kelemahan tersebut maka teori ini, bergeser menuju teori kontruktivisme.

Teori konstruktivisme merupakan bagian dari teori kognitif. Teori ini memandang bahwa siswa harus aktif dalam pembelajaran agar tercipta pengetahuan. Jadi pembelajaran tidak hanya terpaku pada pendidik. Proses pembelajaran tersebut bersifat demokratis dan dialogis yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk melakukan kritik, mengungkapkan ide tau gagasannya, Dalam hal ini guru hanya membimbing agar pembelajaran berlangsung sesuai dengan perkembangannya dan sebagaimana mestinya. Dengan adanya pergeseran tersebut diharapkan seluruh siswa aktif dalam pembelajaran sehingga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh sama. Jadi tidak ada siswa yang tertinggal, namun ternyata teori ini masih memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak memperhatikan perkembangan kepribadian peserta didik. Dengan bergesernya teori ini diharapkan akan tercipta pembelajaran yang lebih baik. Pada intinya teori humanistik itu memanusiakan manusia. Teori ini mampu menciptakan manusia yang ideal, proses pembelajarannya pun ideal. Teori humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia, bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif yang erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang intinya meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memperhatikan perkembangan tersebut maka akan timbul keinginan peserta didik dalam belajar. Jadi selain mempehatikan keaktifan siswa pendidik juga harus dapat memotivasi siswa. Supaya siswa memiliki keinginan untuk belajar. Kita juga harus merencanakan pembelajaran dengan baik.

Pada dasarnya bergesernya teori belajar tidaklah menjadi masalah apabila guru dapat melakukan pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang direncanakan dengan baik dengan memperhatikan tuntutan zaman dan tanpa mengabaikan perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis.

Kompasiana | Humaniora | Edukasi | Tati Kurniati | 15 October 2011 | 15:09 | Link

PROFESIONALISME GURU DALAM PENINGKATAN MUTU DAN HASIL PENDIDIKAN DI SD

Pelaksanaan pendidikan di SD, masih berjalan apa adanya, jumlah guru yang kurang, dengan latar belakang pendidikan yang masih belum sesuai dengan bidang tugasnya, kondisi gedung yang belum representatif, jumlah murid yang semakin berkurang dan berbagai masalah yang perlu segera mendapatkan penanganan secara lebih serius.

Dari berbagai permasaalahan tersebut, setidaknya akan berefek pada kualitas pembelajaran di sekolah menjadi kurang menggairahkan, kurang menyenangkan, dan cenderung monoton mengarah kebosanan. Kebosanan tersebut tidak hanya menimpa pada siswa, namun juga para guru-guru di SD.

Agar tidak terjadi kebosanan diantara para siswa maupun para guru, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya yang yang mampu memberikan solusi terbaik, guna peningkatan mutu dan hasil pendidikan di Sekolah Dasar.

Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah dilakukan pemerintah di era reformasi ini, telah banyak menghasilkan berbagai terobosan-terobosan. Berbagai terobosan yang yang telah dilakukan pemerintah antara lain; (1) Pembaharuan kurikulum dari kurikulum 1994 disempurnakan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dilauncing(dilancarkan/diadakan) pada tahun 2004, (2) Perubahan manajemen sekolah dari manajemen konvesional menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), (3) Peningkatan profesionalisme guru, (5) Perubahan dalam pendekatan pembelajaran, (5) adanya program ketrampilan hidup ( liffe skill) yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil belajar siswa.

Dari sekian program yang telah digulirkan pemerintah peningkatan profesionalisme guru akhir-akhir ini marak dibicarakan . Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebaik apapun kurikulum yang diterapkan, selengkap apapun peralatan yang digunakan, sebagus apapun manajemen yang dilakukan, ternyata semuanya akan sia-sia manakala tidak didukung oleh adanya Sumber Daya Manusia(SDM) yang berkualitas dengan ditunjukkan adanya sikap profesional dari para guru.


Sikap professional guru harus dipupuk dan dikembangkan baik melalui studi lanjut maupun kegiatan pelatihan. Permasalahan muncul lagi manakala setelah seorang guru dikirim untuk mengikuti pelatihan dengan biaya yang tidak sedikit, namun setelah kembali di sekolah mereka enggan melakukan apa yang telah diperoleh selama penataran/ pelatihan, dengan alasan tidak ada alat, murid yang belum terbiasa dan se-abrek alasan yang lainnya.
 Peningkatan Profesionalisme guru lebih sering diistilahkan dengan “profesionalisasi”. Maksudnya adalah sebagai upaya dan proses meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi kemampuan profesional. Profesionalisasi guru SD dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan serta mengembangkan kualifikasi kemampuan profesional guru-guru SD. 


Ada dua langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai profesionalisasi guru-guru SD yaitu, pertama secara preservice, ialah upaya profesionalisasi kemampuan dasar tenaga guru SD sebelum menjadi guru SD. Seseorang apabila ingin menjadi guru SD setidaknya harus melalui pendidikan formal Guru Sekolah Dasar dari LPTK. Minimal (SPG, SGO), syukur berijazah D2 PGSD bahkan S1 PGSD. Jadi pada saat recruitment sudah harus diseleksi secara ketat mengenai persyaratan formal tersebut.

Kedua melalui inservice , upaya ini dilakukan terutama difokuskan pada guru SD yang telah menjabat sebagai guru SD, baik yang bersetatus sebagai guru tidak tetap, guru bantu, maupun guru PNS. Kegiatan inservuce ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada para guru untuk studi lanjut melalui penyetaraan D2, PGSD, S1 PGSD atau pengiriman guru-guru SD untuk mengikuti pelatihan (diklat/ penataran). Ini semua dilakukan guna menyesuaikan kompetensi yang dimilki guru dengan perkembangan terakhir IPTEK khususnya yang berkaitan dengan bidang-bidang ke- SD-an.

Dua langkah tersebut harus dilakukan secara bersama, konsisten, terarah dan terus menerus secara berkelanjutan, dipadukan dengan pemantauan di lapangan, dan supervisi di kelas sehingga mampu menghasilkan guru SD yang betul-betul profesional dan nantinya dapat dikembangkan, sekaligus mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai guru yang profesional dalam peningkatan mutu pendidikan dan hasil pendidikan di Sekolah Dasar.

From : Kompasiana | Humaniora | Sosbud | Jaya Ajjah | 05 May 2011 | 15:45 | Link

Catatan Seorang Calon Guru 1

Ternyata menjadi seorang guru itu tidaklah mudah. Dalam kasat mata, sesuatu hal sering di pandang hanya dalam satu sisi, sehingga semuanya terlihat begitu mudah, atau malah begitu susah. Pada awal suatu perjalanan mencapai suatu cita-cita, terkadang akan terasa mudah, namun seiring berjalannya waktu maka perjalanan itu pun terasa mulai melelahkan, lalu hingga pada akhirnya menjadi susah dijalani. Namun, bila berhenti seketika akan sia-sia. Pencapaian suatu cita-cita atau tujuan hidup sebenarnya tidak nilai dari awal dan akhir suatu perjalanan mencapai itu, namun penilaian dan maknanya ada pada proses. Bagaimana seorang calon guru itu mampu mencari jalan menuju kesuksesan yang sesungguhnya. Kesuksesan sesungguhnya ? Apakah itu ? Apakah kesuksesan yang sesungguhnya itu adalah sebuah nilai IPK tinggi ? Jawabannya BUKAN ! Apalah arti nilai tinggi tanpa pemahaman atas apa yang akan dicapai. Apalah arti nilai A dalam setiap mata kuliah jika nantinya saya, kamu, dia, mereka menjadi seorang guru tapi tidak dapat mengimplementasikan hakikat keguruan. Sungguh ironis !